HUKUM

Mendesak, Segera Buat Lembaga Perlindungan Data Pribadi

Fakta Jember – Pakar Teknologi dan Informatika, Pratama Persadha memperingatkan, pembentukan Lembaga Perlindungan Data Pribadi (PDP) semakin mendesak.

Ia menjelaskan, Lembaga PDP seharusnya dibentuk Oktober 2024, dua tahun setelah UU Perlindungan Data Pribadi disahkan.

“Lembaga PDP itu sudah harus dibentuk. Nah, sampai sekarang ini belum juga dibentuk,” katanya, Rabu 4 Desember 2024.

Ia menekankan, lembaga tersebut merupakan ujung tombak penindakan untuk melindungi data pribadi masyarakat.

Sebab, jika terjadi kebocoran data, Lembaga PDP bisa melakukan audit forensik, penyelidikan, dan penindakan hukum.

“Lembaga ini bisa mengawasi sektor swasta dan sektor pemerintah. Bisa mengenakan sanksi, hanya saja lembaga pemerintah hanya bisa disanksi administratif,” ujarnya.

Pratama mengamati banyaknya kebocoran data yang terjadi di Indonesia, dikarenakan rendahnya kewaspadaan terhadap data pribadi.

Padahal, hal paling penting dari perlindungan data pribadi adalah penyandian, dikode, dienkripsi.

“Sehingga data kita tidak mudah dibuka oleh hack. Nah yang terjadi saat ini, hacker sangat gampang membuka data pribadi masyarakat,” ucapnya.

Parahnya, lanjut Pratama, data masyarakat yang bocor itu kemudian digunakan oleh kriminal untuk mengirimkan apk-apk via media sosial.

“Agen-agen judi online menggunakan data yang bocor untuk mengirimkan undangan bermain judi online,” katanya. (*)

Melansir Hukumonline, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (“UU PDP”) tersendiri.

Dalam UU PDP tersebut, data pribadi adalah data tentang orang perseorangan yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau nonelektronik.

Ada dua data pribadi yang disebutkan.

Pertama, data pribadi yang bersifat spesifik, meliputi data dan informasi kesehatan, data biometrik, data genetika, catatan kejahatan, data anak, data keuangan pribadi; dan/atau data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Baca Juga :  Data Tunggal Sosial Ekonomi Jadi Acuan Baru, Gantikan DTKS

Kedua, data pribadi yang bersifat umum, meliputi nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, status perkawinan, dan/atau data pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang.

UU PDP sendiri merupakan pengejewantahan dari Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi:

“Setiap orang berhak atas pelindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan pelindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”

 

 

 

 

Sumber: KBRN, Hukumonline

Bagikan Ke: